1. Charlton
Berasal dari keluarga sepakbola. Charlton bersaudara merupakan dua kakak adik yang pernah bermain bersama di tim nasional Inggris. Bahkan keduanya mengantarkan Inggris menjadi juara dunia 1966.
Jack Charlton
Kalah bersinar dibandingkan sang adik, Bobby. Saat adiknya meraih popularitas karena menjadi pilar klub elit Manchester United dan juga tim nasional, Jack lebih memilih berkonsentrasi dengan pekerjaannya sebagai anggota National Service.
Bahkan bek bernama lengkap John Charlton yang bermain di Leeds United baru dipanggil timnas oleh manajer legendaris Alf Ramsey saat usianya menjelang 30. Bandingkan dengan Bobby yang sudah menjadi andalan St George's Cross saat berusia 21.
Ia dan adiknya memperkuat Inggris di Piala Dunia 1966. Sukses bersejarah bagi Charlton bersaudara karena mengantarkan Inggris menjadi juara dunia. Keduanya tampil bersama di final.
Karir Jack termasuk 'biasa-biasa' saja saat sebagai pemain. Namun, ia jauh lebih sukses sebagai manajer dibandingkan adiknya yang gagal total saat mencoba menangani sebuah tim. Jack sukses mengangkat prestasi Irlandia. Sebagai penghargaan, ia menjadi warga kehormatan Irlandia.
Bobby Charlton
Karirnya lebih gemilang dibandingkan sang kakak. Legenda Manchester United dan termasuk salah satu pemain terbesar sepanjang sejarah sepakbola Inggris. Bobby lolos dari tragedi Munich pada 1958 yang nyaris menghancurkan skuad Red Devils.
Ia juga menjadi bagian dari kebangkitan United dengan memenangi Piala Champions 1968 sekaligus tim Inggris pertama yang memenangi gelar tersebut.
Sebelumnya, bersama sang kakak, Bobby mengantarkan Inggris juara dunia 1966. Di tahun sama, ia menjadi Pemain Terbaik Eropa.
Bobby mencetak berbagai rekor dalam karir sepakbola. Termasuk topskor timnas dengan 49 gol. Rekor itu belum terpecahkan, termasuk rekor bermain bersama United selama di liga. Namun rekor bermain di berbagai kompetisi sudah dipatahkan oleh Ryan Giggs.
Sukses sebagai pemain, namun Bobby gagal total saat menangani tim. Ia hanya mengarsiteki Preston North End dan Wigan Athletic sebelum menjadi direktur di United.
2. Laudrup
Dari kakek sampai cucu bermain sepakbola. Dua bersaudara, Michael dan Brian Laudrup menjadi pilar kekuatan Denmark.
Michael Laudrup
Michael tak pernah menyesal tak ikut menjadi bagian dari Dinamit Denmark yang secara mengejutkan memenangi Euro 1992. Padahal, saat itu Denmark bisa tampil di putaran final menggantikan Yugoslavia yang mengalami krisis politik.
Selain berselisih dengan pelatih Richard Muller Nielsen, ia juga mengecam didiskualifikasinya Yugoslavia yang menurutnya lebih bersifat politis ketimbang sepakbola semata. Berbeda dengan sang adik, Brian, yang tetap menjadi bagian dari skuad Denmark.
Karir Laudrup bersaudara sama-sama cemerlang. Hanya, Michael lebih bersinar karena bermain di klub-klub besar Eropa. Ia menjadi pilar Juventus, Barcelona dan Real Madrid.
Di Barca, Michael termasuk salah satu pemain yang berani melawan arus dengan menyeberang klub yang memiliki rivalitas abadi dan sukses.
Michael yang mendapat kehormatan sebagai pemain terbesar sepanjang sejarah Denmark pilihan Asosiasi Sepakbola Denmark ini memenangi empat gelar Primera Liga Spanyol bersama Barca dan dilanjutkannya saat bermain untuk Madrid.
Michael menjadi salah satu dari 125 greatest living footballers pilihan Pele dalam FIFA 100 atau peringatan 100 tahun FIFA.
Brian Laudrup
Sang adik yang memilih bergabung dengan tim nasional Denmark tampil di Euro 1992. Dan, sejarah mencatat, Denmark yang diperkuat Brian meraih sukses dengan menjuarai turnamen sepakbola terbesar di daratan Eropa itu.
Hanya, karirnya di klub memang kalah cemerlang dibandingkan Michael. PemainTerbaik Denmark 1989 ini mulai mencuat saat bergabung dengan Bayern Muenchen pada 1990. Namun, ia cuma bertahan dua musim sebelum pindah ke Italia.
Brian sempat membela Fiorentina dan AC Milan sebelum menyerang ke Skotlandia. Dia menjadi pilar kekuatan Rangers selama empat musim.
Piala Dunia 1998 menjadi salah satu momen berkibarnya Laudrup bersaudara. Mereka sempat membuat Brasil kalang-kabut di babak perempat-final meski akhirnya kalah 3-2.
Di pertandingan itu, Brian mencetak gol indah yang menyamakan kedudukan menjadi 2-2. Laudrup bersaudara juga terpilih dalam All Star Team Piala Dunia versi FIFA.
Di usia 29, saat karirnya mencapai puncak, Brian justru memilih pensiun dari timnas. Brian juga menjadi salah satu dari 125 greatest living footballers pilihan Pele dalam FIFA 100.
3. Van de Kerkhof
Trah Van de Kerkhof mempelopori kehadiran kakak-adik dalam skuad Belanda.
Willy van de Kerkhof
Gelandang bernama lengkap Wilhelmus Antonius van de Kerkhof bersama Rene, saudara kembarnya, menjadi pilar kekuatan Belanda pada pertengahan 1970-an.
Kehadiran mereka memiliki momen yang tepat karena Belanda menjadi perhatian dunia setelah melahirkan total football. Piala Dunia 1974 menjadi ajang untuk mempresentasikan total football ala Belanda.
Dan, Willy turut berperan mengantarkan Belanda mencapai final sebelum ditaklukkan Jerman (Barat).
Sukses itu diulanginya pada Piala Dunia 1978. Willy masih menjadi pilar kekuatan Belanda saat melaju di final dan kembali dikalahkan oleh tim tuan rumah. Kali ini, Argentina yang mengalahkan mereka.
Willy tercatat 63 kali membela timnas dan mencetak lima gol. Dia termasuk salah satu dari 125 legenda hidup sepakbola pilihan Pele.
Rene van de Kerkhof
Saudara kembar dari Willy yang biasa beroperasi di sayap kanan. Reinier 'Rene' Lambertus van de Kerkhof bermain bersama saudaranya di Piala Dunia 1974 dan 1978. Ia bermain 47 kali di timnas dan mencetak lima gol. Seperti saudaranya, ia bermain di Twente dan PSV Eindhoven.
Dalam final Piala Dunia 1978, Rene menjadi pusat perhatian karena mengenakan bandana di lengannya yan cedera. Meski sudah diizinkan oleh FIFA dan digunakan di beberapa pertandingan sebelumnya, namun Argentina yang menjadi lawan Belanda di final, tetap mengajukan keberatan.
Karena wasit Sergio Gonella tidak bisa mengambil keputusan, Belanda mengancam meninggalkan lapangan dan menolak bertanding. Akhirnya tercapai kesepakatan bandana diberi lapisan tambahan dan pertandingan bisa dimulai.
Rene bersama saudaranya termasuk salah satu dari 125 legenda hidup sepakbola pilihan Pele.
4. Koeman
Belanda kembali memunculkan dua bersaudara. Kali ini, Koeman bersaudara, Erwin dan Ronald, yang melejit saat mengantarkan Belanda menjadi juara Eropa 1988 dengan mengalahkan Uni Soviet 2-0. Koeman merupakan keluarga pesepakbola.
Erwin Koeman
Karir Erwin, sang kakak, lebih banyak dihabiskan di Groningen dan PSV Eindhoven. Erwin yang biasa bermain sebagai gelandang kalah bersinar dibandingkan adiknya yang malang-melintang di Ajax Amsterdam, PSV dan kemudian menjadi pilar kekuatan Barcelona.
Meski demikian, ia pernah sukses bersama klub elit Belgia, KV Mechelen. Erwin membawa Mechelen menjadi juara Piala Winners 1988 dan Piala Super UEFA 1988.
Setelah pensiun, Erwin melanjutkan karir sebagai pelatih. Kini, ia mengarsiteki timnas Hongaria.
Ronald Koeman
Bek dengan spesialis tendangan keras dan berkecepatan tinggi. Bila mengambil penalti, eksekusinya sudah dipastikan membuahkan gol. Saking kencangnya tendangan Ronald, ia hanya perlu mengarahkan bola ke gawang. Kiper hanya bisa melongo karena tahu-tahu bola sudah masuk ke gawang.
Ronald juga memiliki keistimewaan bola-bola mati dan umpan jarak jauh. Dia memenangi berbagai gelar bersama klub-klub yang diperkuatnya. Ronald memenangi Piala Champions dua kali di dua klub berbeda, PSV dan Barcelona.
Ia menjadi salah satu pilar kekuatan Belanda di Euro 1988. Ronald menjadi sorotan saat melakukan aksi kontroversial karena seolah-olah mengelap bagian punggungnya menggunakan kostum pemain Jerman Olaf Thon.
Aksi itu dilakukannya di hadapan suporter Jerman setelah Belanda menang 2-1 di semi-final. Ronald kemudian menyatakan penyesalannya dan minta maaf.
Sepanjang karirnya, Ronald bermain 533 kali dan mencetak 193 gol. Lebih banyak dibandingkan pemain belakang lain sepanjang sejarah sepakbola. Di timnas, ia bermain 78 kali dan mengoleksi 14 gol.
Setelah pensiun, Ronald mengikuti jejak kakaknya menjadi pelatih. Karir kepelatihannya tak terlalu buruk dan kini menangani AZ Alkmaar.
5. De Boer
Satu lagi dua saudara kembar dari tim Oranje. De Boer, Ronald dan Frank, menjadi tulang punggung Belanda sejak awal 1990-an sampai 2000-an. Hanya, De Boer bersaudara gagal memberi trophy bagi Belanda.
Ronald de Boer
Ronald memiliki caps 67 dan mencetak 13 gol. Dia bermain di Piala Dunia 1994 dan 1998. Ia juga menjadi pilar Belanda di Euro 1996 dan 2000.
Ronald kerap berpindah-pindah posisi di timnas. Dia biasa bermain sebagai gelandang serang, penyerang tengah atau gelandang kanan. Di Ajax, ia juga bermain sebagai gelandang serang dan kemudian pindah di kiri.
Ronald memang akrab dengan saudara kembarnya. Mereka sering bermain bersama di timnas maupun klub. Keduanya melejit saat mengantarkan Ajax menjadi juara Champions 1995.
Selanjutnya, De Boer berbarengan meninggalkan Amsterdam dan bergabung dengan Barcelona.Menariknya di Barca, keduanya sama-sama gagal. Ronald hanya bertahan dua musim sebelum pindah ke Rangers.
Setelah empat musim membela Rangers, ia bermain di Qatar sampai pensiun. Kini, ia menjalankan bisnis di Qatar dan menjadi analisis televisi. Ronald pula yang sukses mendatangkan AC Milan ke Qatar.
Frank de Boer
Frank merupakan adik kembar Ronald. Ia lahir sepuluh menit kemudian setelah Ronald. Bila kakaknya bermain di tengah atau depan, Frank lebih banyak beroperasi di belakang. Semula, ia bermain di bek kiri dan kemudian pindah di bek tengah.
Ia termasuk bek bertalenta. Frank memang lemah dalam kecepatan, namun ia memiliki umpan akurat. Dia juga spesialis tendangan bebas.
Frank melakukan debut di timnas pada September 1990 melawan Italia. Dia seorang pemimpin dan memegang ban kapten timnas sampai pensiun usai Euro 2004.
Sempat tercatat paling banyak membela timnas dengan 112 kali ermain, namun rekor Frank kemudian dilewati rekannya, kiper Edwin van der Sar yang masih bermain sampai Euro 2008.
Frank dikenang saat memberi umpan jarak jauh kepada Dennis Bergkamp yang diselesaikannya dengan gol ke gawang Argentina di perempat-final Piala Dunia 1998. Gol di menit terakhir dari Bergkamp menyingkirkan Argentina sekaligus meloloskan Belanda ke semi-final.
Namun, Frank juga memiliki memori buruk saat dua kali gagal menyelesaikan penalti di semi-final Euro 2000 melawan Italia. Penalti pertama diproleh di waktu normal dan kemudian ia kembali gagal saat adu penalti. Belanda akhirnya gagal ke final.
Seperti Ronald, kakaknya, Frank juga gagal di Barca. Bahkan dia sempat mendapat sanksi karena penggunaan doping. Ia kembali bermain bersama Ronald di Rangers dan klub Qatar, Al-Rayyan. Kini, ia menjadi asisten pelatih timnas.
6. Vieira de Oliveira
Negeri sepakbola Brasil termasuk tak banyak melahirkan kakak beradik yang mencuat di sepakbola. Socrates adalah salah satu dari sedikit pesepakbola yang adiknya, Rai, juga meraih sukses.
Socrates
Bernama lengkap Brasileiro Sampaio de Souza Vieira de Oliveira. Tampil di Piala Dunia 1982 dan 1986. Sayangnya, ia gagal membawa gelar. Socrates menjadi kapten tim di Piala Dunia 1982 yang disebut-sebut sebagai jogo bonito terakhir dalam sepakbola Brasil.
Socrates termasuk pribadi multidimensional. Sebagai pesepakbola, ia termasuk legenda Brasil. Gelandang dengan keistimewaan pengumpan yang ekselen dan pengatur tim. Karena itu, ia menyandang ban kapten.
Kemampuannya sebagai dirigen dengan mengatur permainan juga tak ada duanya. Ciri khas Socrates adalah umpan dengan tumit yang dilakukannya tanpa perlu melihat rekannya.
Socrates juga seorang dokter, sebuah perpaduan yang sangat jarang dalam sepakbola. Apalagi di Brasil. Bahkan ia juga seorang intelektual dan mendapat gelar doktor filosofi.
Uniknya, Socrates yang pernah bermain di Fiorentina ini juga seorang peminum dan perokok berat.
Bagi Socrates, sepakbola tak sekadar permainan menang kalah yang dilakukan 22 orang tapi juga untuk menyuarakan pergerakan demokratisasi. Melalui sepakbola, ia menentang diktator militer.
Socrates juga mendirikan pergerakan Demokrasi Corinthians. Di setiap pertandingan, ia selalu mengenakan kaos dalam yang bertuliskan Democracia.
Keunikan Socrates tak berhenti. Di usianya yang ke-50, ia pernah menerima tawaran melatih merangkap pemain di klub amatir Garforth Town di Inggris. Ia hanya sekali bermain selama 20 menit sebagai pemain pengganti.
Dengan segala keunikannya, ia termasuk salah satu dari 125 legenda hidup sepakbola pilihan Pele. Majalah World Soccer juga memasukkannya sebagai 100 pesepakbola terbesar sepanjang sejarah. Socrates masuk dalam Museum Hall of Fame Sepakbola Brasil.
Rai
Gelandang dengan nama lengkap Rai Souza Vieira de Oliveira. Meski mencetak gol dari titik penalti di pertandingan pertama melawan Rusia, namun penampilan Rai cenderung merosot.
Ia mengalami kesulitan untuk menunjukkan kemampuannya. Padahal, ia adalah kapten tim. Kelemahannya, ia kesulitan beradaptasi dalam tim baru.
Akibatnya, sejak babak perempat-final, Rai sudah tak diturunkan lagi. Ban kapten diserahkan kepada Dunga yang dinilai memiliki kharisma dan pengaruh dalam tim. Tak heran bila Dunga lebih populer ketimbang Rai.
Gagal bersinar di timnas, namun Rai sukses di klub yang dibelanya. Ia mengantarkan Sao Paulo meraih berbagai gelar juara. Bahkan Sao Paulo menjadi tim yang paling banyak meraih gelar dan mengungguli Santos.
Rai pernah ke Eropa untuk memperkuat Paris St Germain selama lima musim. Saat pulang ke Brasil, ia kembali membela Sao Paulo.
7. Witschge
Belanda tak berhenti memunculkan dua bersaudara yang kerap bermain bersama. Bahkan Witschge bersaudara saling menggantikan posisi bila salah satu absen.
Rob Witschge
Witschge bersaudara memang sangat akrab. Saat bermain bersama di Ajax maupun timnas Belanda, keduanya sering saling menggantikan karena sama-sama bermain di lini tengah. Rob turut mengantarkan Ajax meraih Piala Winner 1987.
Setelah tiga musim di Ajax, ia memperkuat Saint-Etienne. Namun, Rob gagal mendapat tempat di tim utama sehingga cuma bertahan dua tahun sebelum kembali ke Belanda. Kali ini, ia memperkuat Feyenoord. Rob menutup karirnya sebagai pemain di Arab Saudi dengan memperkuat Al-Ittihad.
Rob melakukan debut di timnas pada 4 Januari 1989. Ia tampil di Euro 1992 dan Piala Dunia 1994. Setelah pensiun, ia menjadi asisten pelatih.
Richard Witschge
Mengikuti jejak sang kakak dengan mengawali karir di Ajax. Namun, saat meninggalkan Amsterdam, ia bergabung dengan Barcelona yang diarsiteki legenda Belanda Johan Cruyff.
Richards juga pernah bermain di Prancis dengan memperkuat Bordeaux dan kemudian menjajal Liga Primer Inggris saat dipinjamkan ke Blackburn Rovers pada 1995. Bersama Blackburn, ia merasakan gelar juara Liga Primer dan sukses menghentikan dominasi Manchester United yang begitu perkasa.
Richards tampil di Piala Dunia 1990. Namun, ia terpaksa absen di Euro 1992 karena cedera. Posisinya digantikan kakaknya.
8. Baresi
Kakak adik yang 'dipisahkan' oleh dua tim yang berseteru.
Giuseppe Baresi
Dari Italia, muncul Baresi bersaudara. Giuseppe adalah kakak dari salah satu bintang Italia Franco. Keduanya sama-sama menempati lini belakang dengan menjadi bek.
Hanya, mereka terpaksa 'bermusuhan' di lapangan hijau. Bila Franco menjadi legenda AC Milan, sebaliknya Giuseppe adalah bagian tak terpisahkan dari Inter Milan.
Giuseppe menghabiskan karirnya di Inter meski sempat bermain di Modena sebelum memutuskan untuk pensiun.
Ia bermain selama 16 musim di Inter dan kemudian menjadi kapten Nerazzurri. Ia memberi dua Scudetti dan Coppa Italia. Hanya, Giuseppe kurang bersinar di timnas dibandingkan sang adik.
Ia bermain 13 kali termasuk di Piala Dunia 1986. Di ajang itu, adiknya justru absen. Setelah pensiun, ia kembali ke Inter untuk menangani tim yunior.
Franco Baresi
Franco jauh lebih bersinar dibandingkan kakaknya. Franco memimpin barisan pertahanan Milan.
Bersama Paolo Maldini, Alessandro Costacurta dan Mauro Tassotti, lini belakang Milan disebut-sebut sebagai back fours terbaik yang pernah ada.
Franco juga meraih sukses gemilang dengan memenangi enam gelar Serie A Italia dan tiga kali menjadi juara di Piala Champions.
Hanya, Franco muncul di era yang kurang tepat. Dia tampil sebagai bek muda berbakat Italia saat legenda Gaetano Scirea tengah mencapai puncak performa. Akibatnya, ia hanya menjadi bayang-bayang sang legenda sampai akhirnya pensiun.
Ia menjadi bagian dari tim Italia yang memenangi Piala Dunia 1982. Hanya, Franco tak pernah dimainkan karena menjadi cadangan Scirea.
Ia absen di Piala Dunia 1986 dan kemudian mengantarkan Italia menduduki peringkat tiga di Piala Dunia 1990. Di Piala Dunia 1994, ia
absen di empat pertandingan pertama. Setelah pulih, ia kembali menjadi absen dan berperan besar di final. Aksi tackling dan intersepnya menyulitkan Brasil membobol gawang Italia.
Sayang, Italia gagal setelah kalah adu penalti. Ia sendiri gagal menuntaskan penalti pertama. Setelah pensiun, Franco kembali ke Milan sebagai pelatih tim yunior. Ia juga termasuk salah satu 125 legenda hidup sepakbola pilihan Pele.
9. Maradona
Dua bersaudara dengan perbedaan yang sangat kontras baik di dalam maupun luar lapangan.
Diego Maradona
The Greatest. Yang terbesar tak hanya di Argentina tapi dunia. Pemain bertalenta luar biasa yang pernah dilahirkan dalam sepakbola dunia.
Di Piala Dunia 1986, Diego Maradona ditambah 'sepuluh pemain' membawa Argentina menjadi juara. Ia menjadi centre stage di Meksiko.
Saat menghadapi Inggris, ia mencetak dua gol luar biasa yang setidaknya mewakili karakteristiknya. Seorang pemain dengan talenta hebat sekaligus kontroversial.
Gol pertama dicetak dengan tangannya yang kemudian dikenal dengan 'Hand of God'. Gol kedua sangat spektakuler karena Maradona melewati enam pemain Inggris. Gol tersebut menjadi 'The Goal of Century'. Namun, bagi orang Argentina, gol pertama yang paling disuka.
Maradona dengan segala kontroversinya. Bagi warga Napoli, ia menjadi dewa karena mengangkat prestasi tim di kota itu. Namun, Maradona juga sangat dekat dengan narkoba. Kisah kehidupan yang membuatnya penuh kontroversi. Bahkan saat ia mengundurkan diri.
Namun, pernyataan dari Lionel Messi melukiskan bagaimana sosok Maradona bagi Argentina. "Apa pun kata orang tentang dia atau apa pun yang dilakukannya, ia tetap pemain yang terbesar di dunia," kata Messi.
Kontroversinya masih berlanjut saat Maradona menjadi pelatih tim nasional. Tak punya prestasi apa pun sebagai pelatih, tiba-tiba ia diberi tanggung jawab besar. Hebat sebagai pemain, tapi gagal total sebagai pelatih.
Hugo Maradona
Bila Maradona menjulang sebagai pesepakbola yang penuh kontroversi, sebaliknya adiknya Hugo Hernan Maradona merupakan pemain biasa-biasa saja.
Bak bumi dan langit antara kakak dan adik. Hugo merupakan adik paling kecil dari Diego. Ia sempat masuk tim nasional U-16. Namun usai tampil di Piala Dunia U-16 di Cina, karirnya di timnas tak berlanjut.
Meski demikian, Hugo sempat bermain di Eropa. Ia juga mengikuti jejak kakaknya dengan bermain di klub Italia, Ascoli. Sayang, Hugo yang biasa bermain sebagai gelandang ini gagal bersinar.
Tak pernah mencetak gol sehingga dijual ke Rayo Vallecano. Hugo juga sempat bermain di Rapid Vienna dan kemudian menyemarakkan Liga Jepang.
Saat pensiun, Hugo hidup tenang di Argentina. Kontras dengan kehidupan sang kakak yang tak pernah lepas dari skandal dan kontroversi.
10. Kovac
Dari Kroasia muncul Kovac bersaudara. Niko dan adiknya Robert menjadi tulang punggung timnas. Keduanya bermain bersama di Bayer Leverkusen, Bayern Munchen dan timnas.
Niko Kovac
Gelandang bertahan yang memiliki umpan akurat dan kemampuan dalam melakukan tackling. Saat pensiun, ia tercatat sebagai pemain tertua di skuad Kroasia.
Niko termasuk kapten yang mampu menaikkan motivasi rekan-rekannya. Ia memimpin Kroasia di Piala Eropa 2004 dan 2008 serta Piala Dunia 2006. Niko menghabiskan karirnya di Jerman dengan memperkuat klub-klub elit Bundesliga, termasuk Bayern Muenchen.
Setelah 13 tahun bermain untuk timnas, ia memutuskan pensiun agar memberi kesempatan kepada pemain muda.
Robert Kovac
Saat kakaknya pensiun di timnas, ban kapten diserahkan kepada Robert, adiknya. Kini, Robert menjadi pemain paling senior di skuad Kroasia.
Dibandingkan kakaknya, karir Robert di klub lebih mentereng. Dia bermain di klub-klub papan atas. Bahkan Robert yang menempati bek tengah bertahan cukup lama di Bayern.
Saat meninggalkan Bayern, ia bergabung dengan klub elit Serie A Italia, Juventus, pada 2005. Ia termasuk salah satu dari sedikit pemain bintang yang memilih bertahan di Juve saat dihukum terdegradasi ke Serie B. Kini, ia bermain di Dinamo Zagreb.
Robert turut berlaga di Piala Dunia 2002 dan 2006. Dia juga mengantarkan Kroasia lolos ke Piala Eropa 2004.
0 komentar:
Posting Komentar